Kamis, 28 November 2013

Kewirausahaan

Kewirausahaan

Kewirausahaan (Entrepreneurship) atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasil akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi risiko atau ketidakpastianKewirausahaan memiliki arti yang berbeda-beda antar para ahli atau sumber acuan karena berbeda-beda titik berat dan penekanannya. Richard Cantillon (1775), misalnya, mendefinisikan kewirausahaan sebagai bekerja sendiri (self-employment). Seorang wirausahawan membeli barang saat ini pada harga tertentu dan menjualnya pada masa yang akan datang dengan harga tidak menentu. Jadi definisi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang menghadapi risiko atau ketidakpastian. Berbeda dengan para ahli lainnya, menurut Penrose (1963) kegiatan kewirausahaan mencakup indentfikasi peluang-peluang di dalam sistem ekonomi sedangkan menurut Harvey Leibenstein (1968, 1979) kewirausahaan mencakup kegiatan yang dibutuhkan untuk menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahui sepenuhnya dan menurut Peter Drucker, kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Orang yang melakukan kegiatan kewirausahaan disebut wirausahawan. Muncul pertanyaan mengapa seorang wirausahawan (entrepreneur) mempunyai cara berpikir yang berbeda dari manusia pada umumnya. Mereka mempunyai motivasi, panggilan jiwa, persepsi dan emosi yang sangat terkait dengan nilai nilai, sikap dan perilaku sebagai manusia unggul.
Kewirausahaan berasal dari kata wira dan usaha. Wira berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung. Usaha adalah perbuatan amal, bekerja, dan berbuat sesuatu. Jadi wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu.
Wirausaha secara historis sudah dikenal sejak diperkenalkan oleh Richard Castillon pada tahun 1755. Di luar negeri, istilah kewirausahaan telah dikenal sejak abad 16, sedangkan di Indonesia baru dikenal pada akhir abad 20.Beberapa istilah wirausaha seperti di Belanda dikenadengan ondernemer, di Jerman dikenal dengan unternehmer. Pendidikan kewirausahaan mulai dirintis sejak 1950-an di beberapa negara seperti Eropa, Amerika, dan Kanada.Bahkan sejak 1970-an banyak universitas yang mengajarkan kewirausahaan atau manajemen usaha kecil. Pada tahun 1980-an, hampir 500 sekolah di Amerika Serikat memberikan pendidikan kewirausahaan. DI Indonesia, kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan tantangan seperti adanya krisis ekonomi, pemahaman kewirausahaan baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan-pelatihan di segala lapisan masyarakat kewirausahaan menjadi berkembang.

Rabu, 10 Juli 2013

PERATURAN WALIKOTA TENTANG LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN WALIKOTA
NOMOR 15 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN UMUM UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BAGI USAHA DAN ATAU KEGIATAN
DI WILAYAH KOTA SAMARINDA
WALIKOTA SAMARINDA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, bagi usaha dan atau kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup wajib melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL);
b. bahwa untuk menunjang investasi di daerah dan memberikan kemudahan bagai pemrakarsa kegiatan dalam penyusunan informasi pelaksanaan UKL dan UPL, perlu dilakukan penyederhanaan Dokumen UKL dan UPL dalam sebuah formulir Isian UKL dan UPL;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a dan huruf b, perlu dibuat suatu Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) bagi Usaha dan atau Kegiatan dan ditetapkan dalam Peraturan Walikota.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1820);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5059);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara RI Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3838);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4737);
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL;

peraturan gubenur tentang lingkungan hidup

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT
NOMOR 1 TAHUN 2012
TENTANG
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PENAATAN HUKUM LINGKUNGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR JAWA BARAT,
Menimbang : a. bahwa perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan dan pengawasan merupakan komponen penting dalam pengelolaan lingkungan hidup, agar tidak terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup di Jawa Barat yang disebabkan oleh perilaku masyarakat dan pelaku usaha dan/atau kegiatan yang cenderung tidak mentaati Hukum Lingkungan;
b. bahwa Hukum Lingkungan merupakan bentuk nyata perlindungan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dalam rangka pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan;
c. bahwa pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana tercermin dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, belum memberikan bentuk yang jelas mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang Pemerintah Daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Penaatan Hukum Lingkungan;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 15) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik lndonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
http://www.bphn.go.id/
2
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
9. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengesahan Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants (Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten) (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5020);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5059);
11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3815) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3910);
http://www.bphn.go.id/
3
13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3982);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4076);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pernerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); http://www.bphn.go.id/
4
24. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca;
25. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Investasi Gas Rumah Kaca Nasional;
26. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengurusan Hutan (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2001 Nomor 2 Seri C) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengurusan Hutan (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 Nomor 8 Seri E);
27. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Lingkungan Geologi (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2002 Nomor 2 Seri E);
28. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 Nomor 2 Seri C, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8);
29. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2005 tentang Sempadan Sumber Air (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 Nomor 16 Seri C, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 19);
30. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2006 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 21);
31. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2006 Nomor 8 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 27);
32. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 Nomor 9 Seri B, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 46);
33. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 68);
34. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 Nomor 7 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 73);
35. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jawa Barat Tahun 2009 - 2029 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 Nomor 22 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 86);
36. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pengurusan Hutan Mangrove dan Hutan Pantai (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 Nomor 6 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 99); http://www.bphn.go.id/
5
37. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 Nomor 10 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 103);
38. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 19 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Polisi Pamong Praja (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 Nomor 19 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 111);
39. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 20 Tahun 2011 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 Nomor 20 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 112);

peraturan mentri tentang UU lingkungan hidup

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
2. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup
dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
3. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang
memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam
strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta
keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan.
4. Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat
potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan
pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.
5. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
6. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk
memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup.
7. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan
keseimbangan antarkeduanya.
8. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau
dimasukkan ke dalamnya.
3
9. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas
sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk
kesatuan ekosistem.
10. Kajian lingkungan hidup strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS,
adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif
untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah
dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
11. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut
Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.
12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan
hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan
pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak
penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.
13. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk
hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber
daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
14. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan
hidup yang telah ditetapkan.
15. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas
perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat
ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan
fungsinya.
16. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia,
dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
17. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup
yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
18. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam
untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan
ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
nilai serta keanekaragamannya.
19. Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau
tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan
komposisi atmosfir secara global dan selain itu juga berupa perubahan
variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat
dibandingkan.
20. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
4
21. Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat,
energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup
manusia dan makhluk hidup lain.
22. Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah
B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
23. Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan,
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,
dan/atau penimbunan.
24. Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan,
dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah,
konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke
media lingkungan hidup tertentu.
25. Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau
lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak
pada lingkungan hidup.
26. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan
hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
27. Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terorganisasi
dan terbentuk atas kehendak sendiri yang tujuan dan kegiatannya
berkaitan dengan lingkungan hidup.
28. Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
29. Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim,
tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam
yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup.
30. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup
secara lestari.
31. Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun
temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan
pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan
hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi,
politik, sosial, dan hukum.
32. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
33. Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah seperangkat kebijakan
ekonomi untuk mendorong Pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap
orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup.
34. Ancaman serius adalah ancaman yang berdampak luas terhadap
lingkungan hidup dan menimbulkan keresahan masyarakat.
35. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL
dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
36. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi
teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan.
5
37. Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
38. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
39. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

UU lingkungan hidup

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan
hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa pembangunan ekonomi nasional sebagaimana
diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan
berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan;
c. bahwa semangat otonomi daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah
membawa perubahan hubungan dan kewenangan antara
Pemerintah dan pemerintah daerah, termasuk di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
d. bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin
menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu
dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua
pemangku kepentingan;
e. bahwa pemanasan global yang semakin meningkat
mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah
penurunan kualitas lingkungan hidup karena itu perlu
dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup;
f. bahwa agar lebih menjamin kepastian hukum dan
memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang
untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap
keseluruhan ekosistem, perlu dilakukan pembaruan
terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-
Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
2
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), serta Pasal 33 ayat
(3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;

Selasa, 09 April 2013

UNDANG-UNDANG HAK CIPTA

UNDANG-UNDANG HAK CIPTA
Pengertian Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Berdasarkan
rumusan pasal 1 UHC Indonesia). Hal ini menunjukkan bahwa hak cipta itu hanya dapat dimiliki
oleh si pencipta atau si penerima hak. Hanya namanya yang disebut sebagai pemegang hak
khususnya yang boleh menggunakan hak cipta dan ia dilindungi dalam penggunaan haknya
terhadap subjek lain yang menggangu atau yang menggunakannya tidak dengan cara yang
diperkenankan oleh aturan hukum.
Hak cipta merupakan hak ekslusif, yang memberi arti bahwa selain pencipta maka orang
lain tidak berhak atasnya kecuali atas izin penciptanya. Hak itu muncul secara otomatis setelah
suatu ciptaan dilahirkan. Hak cipta tidak dapat dilakuakn dengan cara penyerahan nyata karena ia
mempunyai sifat manunggal dengan penciptanya dan bersifat tidak berwujud videnya penjelasan
pasal 4 ayat 1 UHC Indonesia. Sifat manunggal itu pula yang menyebabkan hak cipta tidak dapat
digadaikan, karena jika digadaikan itu berarti si pencipta harus pula ikut beralih ke tangan
kreditur.
Istilah-Istilah Dalam Hak Cipta
Pencipta
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir
suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, cekatan, ketrampilan atau keahlian
yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Pemegang Hak Cipta
Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau orang yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau
orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas.
Ciptaan
Hasil setiap karya Pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam
lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
Undang-Undang Hak Cipta
Undang-undang hak cipta yang berlaku di Indonesia adaalh UU No. 19 Tahun 2002, yang
sebelumnya UU ini berawal dari UU No. 6 Tahun 1982 menggantikan Auteurswet 1982.
Undang-undang ini dikeluarkan sebagai upaya pemerintah untuk rombak sistem hukum yang
ditinggalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda kepada suatu sistem hukum yang dijiwai falsafah
Negara Indonesia, yaitu Pancasila.
Pekerjaan membuat satu perangkat materi hukum yang sesuai dengan hukum yang dicitacitakan
bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Undang-Undang hak cipta 1982 yang
diperbaharui dengan UU No. 7 Tahun 1987 dan diperbaharui lagi dengan UU No. 12 Tahun
1997, terakhir dengan UU No. 19 Tahun 2002.
Batasan tentang apa saja yang dilindungi sebagai hak cipta, dijelaskan pada rumusan
pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta (UHC) Indonesia yaitu sebagai berikut.
Ayat 1
Dalam Undang-Undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup:
a) Buku, program komputer, pamflet, susuan perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan,
dan semua hasil karya tulis lain.
b) Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
c) Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
d) Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
e) Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.
f) Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat,
seni patung, kolase, dan seni terapan.
g) Arsitektur.
h) Peta.
i) Seni batik.
j) Fotografi.
k) Sinematografi.
l) Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lainnya dari hasil
pengalihwujudan.
Ayat 2
Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai ciptaan tersendiri, dengan tidak
mengurangi hak cipta atas ciptaan asli.
Ayat 3
Dalam lindungan sebaagimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) termasuk juga semua
ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang
nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya itu.
Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa yang dilindungi oleh UHC adalah yang
termasuk dalam karya ilmu pengetahuan, kesenian, kesustraan. Sedangkan yang termasuk dalam
cakupan hak kekayaan perindustrian tidak termasuk dalam rumusan pasal tersebut, meskipun
yang disebutkan terakhir ini juga merupakan kekayaan immateril. Satu hal yang dicermati adalah
yang dilindungi dalam hak cipta ini yaitu haknya, bukan benda yang merupakan perwujudan dari
hak tersebut.
Prosedur Pendaftaran Hak Cipta
Permohonan pendaftaran hak cipta diajukan kepada Menteri Kehakiman melalui
Derektorat Jendral HAKI dengan surat rangkap dua, ditulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas
polio berganda. dalam surat permohonan itu tertera:
a) Nama, kewarganegaraan, dan alamat pencipta.
b) Nama, kewarganegaraan, dan alamat pemegang hak cipta.
c) Nama, kewarganegaraan, dan alamat kuasa.
d) Jenis dan judul ciptaan.
e) Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali.
f) Uraian ciptaan rangkap tiga.
Apabila surata permohonan pendaftaran ciptaan telah memenuhi syarat-syarat tersebut,
ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya didaftarkan oleh Direktorat Hak Cipta, Paten, dan
Merek dalam daftar umum ciptaan dengan menerbitkan surat pendaftaraan ciptaan dalam
rangkap 2. Kedua lembaran tersebut ditandatangi oleh Direktur Jendral HAKI atau pejabat yang
ditunjuk, sebagai bukti pendaftaran, sedangkan lembar kedua surat pendaftaran ciptaan tersebut
beserta surat permohonan pendaftaran ciptaan dikirim kepada pemohon dan lembar pertama
disimpan di Kantor Direktorat Jendral HAKI.
Bagan Tentang Prosedur Pendaftaran Hak Cipta

JANGKA WAKTU PERLINDUNGAN CIPTAAN
Jangka waktu:
a) Ciptaan buku, ceramah, alat peraga, lagu, drama, tari, seni rupa, arsitektur, peta, seni batik
terjemahan, tafsir, saduran, berlaku selama hidup Pencipta ditambah 50 tahun setelah
Pencipta meninggal dunia.
b) Ciptaan program komputer, sinematografi, fotografi, database, karya hasil pengalihwujudan
berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.
c) Ciptaan atas karya susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, berlaku selama 25 tahun
sejak pertama kali diterbitkan.
d) Ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 tahun sejak
pertama kali diumumkan.
e) Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara berdasarkan : Ketentuan Pasal 10 Ayat
(2) huruf b, berlaku tanpa batas.
Sumber Referensi:
Saidin, H. OK. S.H., M. Hum, Aspek Hukum Hek Kekayaan Intelektual (Intellectual
PropertyRights), Edisi Revisi 6, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
http://www.hukumonline.com/
Referensi UHC Indonesia bisa didownload pada alamat email dibawah ini
http://www.bnn.go.id/portal/_uploads/perundangan/2006/08/25/hak-cipta-ok.pdf

TUGAS 1


Undang Undang No. 5 Tahun 1984
Tentang : Perindustrian
Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : 5 TAHUN 1984 (5/1984)
Tanggal : 29 JUNI 1984 (JAKARTA)
Sumber : LN 1984/22; TLN NO. 3274
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang :
a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu
masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual
berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakekat Pembangunan Nasional
adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan
pelaksanaan Pembangunan Nasional adalah Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945;
b. bahwa arah pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi dalam
pembangunan nasional adalah tercapainya struktur ekonomi yang
seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan industri
yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang
tangguh, serta merupakan pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk
tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri;
c. bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam
pembangunan nasional, industri memegang peranan yang menentukan
dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang dan
terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta
mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam, manusia,
dan dana yang tersedia;
d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan untuk memberikan dasar
yang kokoh bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri
secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya perangkat
hukum yang secara menyeluruh mampu melandasinya, perlu dibentuk
Undang-Undang tentang Perindustrian;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik (Lembaran
Negara Tahun 1960 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2048);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2832);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2918);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3037);
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran
Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3234);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dirnaksud dengan :
1. Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan
kegiatan industri.
2. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan
baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan
nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasaan industri.
3. Kelompok industri adalah bagian-bagian utama kegiatan industri, yakni
kelompok industri hulu atau juga disebut kelompok industri dasar,
kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil.
4. Cabang industri adalah bagian suatu kelompok industri yang mempunyai
ciri umum yang sama dalam proses produksi.
5. Jenis industri adalah bagian suatu cabang industri yang mempunyai ciri
khusus yang sama dan/atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi.
6. Bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan
dengan cabang industri atau jenis industri.
7. Perusahaan industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di
bidang usaha industri.
8. Bahan mentah adalah semua bahan yang didapat dari sumber daya alam
dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih
lanjut.
9. Bahan baku industri adalah bahan mentah yang diolah atau tidak diolah
yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri.
10.Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang telah
mengalami satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses
lebih lanjut menjadi barang jadi.
11.Barang jadi adalah barang hasil industri yang sudah siap pakai untuk
konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat produksi.
12.Teknologi industri adalah cara pada proses pengolahan yang diterapkan
dalam industri.
13.Teknologi yang tepat guna adalah teknologi yang tepat dan berguna bagi
suatu proses untuk menghasilkan nilai tambah.
14.Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan
dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseluruhan atau
bagian-bagiannya.
15.Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan
perancangan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan peralatan
industri lainnya.
16.Standar industri adalah ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi
industri yang di satu segi menyangkut bentuk, ukuran, komposisi, mutu,
dan lain-lain serta di segi lain menyangkut cara mengolah, cara
menggambar, cara menguji dan lain-lain.
17.Standardisasi industri adalah penyeragaman dan penerapan dari standar
industri.
18.Tatanan industri adalah tertib susunan dan pengaturan dalam arti seluasluasnya
bagi industri.
BAB II
LANDASAN DAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 2
Pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi, kepercayaan pada
kemampuan dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian lingkungan
hidup.
Pasal 3
Pembangunan industri bertujuan untuk :
1. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan
merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil
budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian
lingkungan hidup;
2. meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah
struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih
seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan
lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan
nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
3. meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya
teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap
kemampuan dunia usaha nasional;
4. meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan
ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam
pembangunan industri;
5. memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan
berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
6. meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil
produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui
pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi
ketergantungan kepada luar negeri;
7. mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang
pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara;
8. menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam
rangka memperkokoh ketahanan nasional.
BAB III
PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 4
1 Cabang industri yang penting dan strategis bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
2 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5
1. Pemerintah menetapkan bidang usaha industri yang masuk dalam
kelompok industri kecil, termasuk industri yang menggunakan
ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni, yang dapat
diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia.
2. Pemerintah menetapkan jenis-jenis industri yang khusus dicadangkan
bagi kegiatan industri kecil yang dilakukan oleh masyarakat pengusaha
dari golongan ekonomi lemah.
3. Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
Pemerintah menetapkan bidang usaha industri untuk penanaman modal, baik
modal dalam negeri maupun modal asing.
BAB IV
PENGATURAN, PEMBINAAN,
DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
Pasal 7
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
terhadap industri, untuk:
1. mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik, secara sehat dan
berhasil guna;
2. mengembangkan persaingan yang baik dan sehat serta mencegah
persaingan yang tidak jujur;
3. mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau
perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
Pasal 8
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang
usaha industri secara seimbang, terpadu, dan terarah untuk memperkokoh
struktur industri nasional pada setiap tahap perkembangan industri.
Pasal 9
Pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri dilakukan dengan
memperhatikan :
1. Penyebaran dan pemerataan pembangunan industri dengan
memanfaatkan sumber daya alam dan manusia dengan mempergunakan
proses industri dan teknologi yang tepat guna untuk dapat tumbuh dan
berkembang atas kemampuan dan kekuatan sendiri;
2. Penciptaan iklim yang sehat bagi pertumbuhan industri dan pencegahan
persaingan yang tidak jujur antara perusahaan-perusahaan yang
melakukan kegiatan industri, agar dapat dihindarkan pemusatan atau
penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk
monopoli yang merugikan masyarakat;
3. Perlindungan yang wajar bagi industri dalam negeri terhadap
kegiatankegiatan industri dan perdagangan luar negeri yang bertentangan
dengan kepentingan nasional pada umumnya serta kepentingan
perkembangan industri dalam negeri pada khususnya;
4. Pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan
hidup, serta pengamanan terhadap keseimbangan dan kelestarian sumber
daya alam.
Pasal 10
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan bagi:
1. keterkaitan antara bidang-bidang usaha industri untuk meningkatkan nilai
tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi
nasional;
2. keterkaitan antara bidang usaha industri dengan sektor-sektor bidang
ekonomi lainnya yang dapat meningkatkan nilai tambah serta sumbangan
yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi nasional;
3. pertumbuhan industri melalui prakarsa, peran serta, dan swadaya
masyarakat.
Pasal 11
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap perusahaan-perusahaan industri
dalam menyelenggarakan kerja sama yang saling menguntungkan, dan
mengusahakan peningkatan serta pengembangan kerja sama tersebut.
Pasal 12
Untuk mendorong pengembangan cabang-cabang industri dan jenis-jenis
industri tertentu di dalam negeri, Pemerintah dapat memberikan kemudahan
dan/atau perlindungan yang diperlukan.
BAB V
IZIN USAHA INDUSTRI
Pasal 13
1. Setiap pendirian perusahaan industri baru maupun setiap perluasannya
wajib memperoleh Izin Usaha Industri.
2. Pemberian Izin Usaha Industri terkait dengan pengaturan, pembinaan,
dan pengembangan industri.
3. Kewajiban memperoleh Izin Usaha lndustri dapat dikecualikan bagi jenis
industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
4. Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
1. Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal
13 ayat (1), perusahaan industri wajib menyampaikan informal industri
secara berkala mengenai kegiatan dan hasil produksinya kepada
Pemerintah.
2. Kewajiban untuk menyampaikan informal industri dapat dikecualikan bagi
jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
3. Ketentuan tentang bentuk, isi, dan tata cara penyampaian informal
industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
1. Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal
13 ayat (1), perusahaan industri wajib melaksanakan upaya yang
menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil
produksinya termasuk pengangkutannya.
2. Pemerintah mengadakan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan,
mengenai pelaksanaan upaya yang menyangkut keamanan dan
keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri tennasuk
pengangkutannya.
3. Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian yang menyangkut
keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri
termasuk pengangkutannya.
4. Tata cara penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
TEKNOLOGI INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI,
RANCANG BANGUN DAN PEREKAYASAAN INDUSTRI,
DAN STANDARDISASI
Pasal 16
1. Dalam menjalankan dan/atau mengembangkan bidang usaha industri,
perusahaan industri menggunakan dan menciptakan teknologi industri
yang tepat guna dengan memanfaatkan perangkat yang tersedia dan
telah dikembangkan di dalam negeri.
2. Apabila perangkat teknologi industri yang diperlukan tidak tersedia atau
tidak cukup tersedia di dalam negeri, Pemerintah membantu pemilihan
perangkat teknologi industri dari luar negeri yang diperlukan dan
mengatur pengalihannya ke dalam negeri.
3. Pemilihan dan pengalihan teknologi industri dari luar negeri yang bersifat
strategis dan diperlukan bagi pengembangan industri di dalam negeri,
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
Desain produk industri mendapat perlindungan hukum yang
ketentuanketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
Pemerintah mendorong pengembangan kemampuan rancang bangun dan
perekayasaan industri.
Pasal 19
Pemerintah menetapkan standar untuk bahan baku dan barang hasil industri
dengan tujuan untuk menjamin mutu hasil industri serta untuk mencapai
daya guna produksi.
BAB VII
WILAYAH INDUSTRI
Pasal 20
1. Pemerintah dapat menetapkan wilayah-wilayah pusat pertumbuhan
industri serta lokasi bagi pembangunan industri sesuai dengan tujuannya
dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
INDUSTRI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUMBER
DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 21
1. Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan
kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan
pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang
dilakukannya.
2. Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa bimbingan
dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan kerusakan dan
penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan
industri.
3. Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat
dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
BAB IX
PENYERAHAN KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI
Pasal 22
Penyerahan kewenangan tentang pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan terhadap industri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 23
Penyerahan urusan dan penarikannya kembali mengenai bidang usaha
industri tertentu dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam
rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata, dinamis, dan
bertanggung jawab, dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24
1. Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan
Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau
denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah)
dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
2. Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14
ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan hukuman
tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
Pasal 25
Barang siapa dengan sengaja tanpa hak melakukan peniruan desain produk
industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dipidana penjara
selamalamanya 2 (dua) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp
10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
Pasal 26
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dipidana penjara
selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan
dicabut Izin Usaha Industrinya.
Pasal 27
1. Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1)
dipidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
2. Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana
kuruangan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda sebanyakbanyaknya
Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 28
1. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), Pasal 25,
Pasal 26, dan Pasal 27 ayat (1) adalah kejahatan.
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), dan Pasal
27 ayat (2) adalah pelanggaran.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, semua peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan perindustrian yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini tetap berlaku selama Belem
ditetapkan penggantinya berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini,
Bedrijfsreglementeringsordonnantie 1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86)
dinyatakan tidak berlaku lagi bagi industri.
Pasal 31
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juni 1984
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juni 1984
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
SUDHARMONO, S.H.
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984 TENTANG PERINDUSTRIAN
I. UMUM
Garis-Garis Besar Haluan Negara menegaskan bahwa sasaran utama
pembangunan jangka panjang adalah terciptanya landasan yang kuat bagi
bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri
menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Di bidang ekonomi, sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan
jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan
industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi
Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan
merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang
punggung ekonomi.
Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin
pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa
keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak
pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi,
melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang
kaya dan yang miskin, Dengan memperhatikan sasaran pembangunan
jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri
memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut,
pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan
pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya
struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula
makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian
proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga
mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasilhasil
industri itu sendiri.
Untuk mewujudkan sasaran di atas, diperlukan perangkat hukum yang
secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan
industri.
Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini
disusun.
Masalah ini menjadi semakin terasa penting, terutama apabila dikaitkan
dengan kenyataan yang ada hingga saat ini bahwa peraturan-peraturan yang
digunakan bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri selama
ini dirasakan kurang mencukupi kebutuhan karena hanya mengatur beberapa
segi tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan industri, dan itupun seringkali
tidak berkaitan satu dengan yang lain.
Apabila Undang-Undang ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum
yang kokoh dalam upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam
arti yang seluas-luasnya, tidaklah hal ini perlu diartikan bahwa Undang-
Undang ini akan memberikan kemungkinan terhadap penguasaan yang
bersifat mutlak atas setiap cabang industri oleh Negara.
Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara telah
secara jelas dan tegas menunjukkan bahwa dalam kegiatan ekonomi,
termasuk industri, harus dihindarkan timbulnya "etatisme" dan sistem "free
fight liberalism".
Sebaliknya melalui Undang-Undang ini upaya pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan industri diberi arah kemana dan bagaimana pembangunan
industri ini harus dilakukan, dengan sebesar mungkin memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk berperan secara aktif. Dalam hal ini,
Undang-Undang ini secara tegas menyatakan bahwa pembangunan industri
ini harus dilandaskan pada demokrasi ekonomi. Dengan landasan ini,
kegiatan usaha industri pada hakekatnya terbuka untuk diusahakan
masyarakat.
Bahwa Undang-Undang ini menentukan cabang-cabang industri yang penting
dan strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh negara, hal ini sebenarnya memang menjadi salah satu sendi daripada
demokrasi ekonomi itu sendiri.
Begitu pula penetapan bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok
industri kecil, termasuk industri yang menggunakan ketrampilan tradisional
dan industri penghasil benda seni dapat diusahakan hanya oleh Warga
Negara Republik Indonesia.
Dengan landasan ini, upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
yang dilakukan Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha
industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri
yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar
dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri
yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan
rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.
Dengan upaya-upaya dan dengan terciptanya iklim usaha sebagai di atas,
diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dan kekuatan
sendiri dalam membangun industri akan semakin tumbuh dengan kuat pula.
Dalam hubungan ini, adalah penting untuk tetap diperhatikan bahwa
bagaimanapun besarnya keinginan yang dikandung dalam usaha untuk
membangun industri ini, tetapi Undang-Undang inipun juga memerintahkan
terwujudnya keselarasan dan keseimbangan antara usaha pembangunan itu
sendiri dengan lingkungan hidup manusia dan masyarakat Indonesia.
Kemakmuran, betapapun bukanlah satu-satunya tujuan yang ingin dicapai
pembangunan industri ini.
Upaya apapun yang dilakukan dalam kegiatan pembangunan tersebut, tidak
terlepas dari tujuan pembangunan nasional, yaitu pembangunan untuk
mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik
Indonesia, serta tidak terlepas dari arah pembangunan jangka panjang yaitu
pembangunan yang dilaksanakan di dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh
karena itu, Undang-Undang ini juga menegaskan bahwa upaya dan kegiatan
apapun yang dilakukan dalam rangka pembangunan industri ini, tetap harus
memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara tidak boros agar tidak
merusak tata lingkungan hidup.
Dengan demikian maka masyarakat industri yang dibangun harus tetap
menjamin terwujudnya masyarakat Indonesia yang berkepribadian, maju,
sejahtera, adil dan lestari berdasarkan Pancasila.
Sumber Referensi:
www. bplhd.jakarta.go.id/
Alamat sumber peraturan menteri Perindustrian :
http://portal.mahkamahkonstitusi.go.id/eLaw/perundangan_permen.ph
p?page=2